Menurut saya, berpikir artinya memberikan peranan kepada akal agar menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan, sedangkan berdzikir artinya memberikan peranan kepada akal untuk mengingat hasil pikir yang dia lakukan.
Pikir dan dzikir adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam hidup dan kehidupan ini, seorang siswa yang belajar bisa disebut juga sedang melakukan pikir dan dzikir, dalam hal ini memikirkan dan mengingat semua pelajaran yang ia terima. Demikian pula misalnya saat kita mengendarai kendaraan dijalan raya yang ramai, maka kita dituntut untuk berpikir bagaimana caranya agar tidak celaka atau salah jalan sehingga mencelakakan diri kita sendiri, dan dalam saat bersamaan kitapun dituntut untuk melakukan dzikir atau mengingat mana yang harus dilakukan saat itu.
Dari analogi diatas, menurut saya adalah jelas sekali hubungannya antara pikir dan dzikir dalam beramal. Sebab bila kita salah dalam berpikir, maka bisa dipastikan juga kitapun akan salah dalam berdzikir, dan amalnyapun akan salah atau sia-sia.
Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad adalah perintah agar berpikir dan berdzikir.
Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia ciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah karena Tuhanmu itu sangat mulia; Yang mengajar dengan Qalam. Dia mengajar manusia apa yang mereka tidak tahu
Qs. 96 al-alaq : 1 – 5
Perintah membaca pada ayat diatas, bukan hanya dalam konteks dimana Nabi disuruh oleh malaikat Jibril membaca saat turun wahyu pertama saja, akan tetapi bisa kita tafsirkan secara luas dalam konteks masa kini. Dimana membaca adalah awal dari berpikir. Awal dari mencari tahu dan melakukan penyelidikan, awal dari menganalisa serta awal dari suatu pemahaman ataupun kesimpulan.
Dari surah diatas kita bisa belajar banyak hal, bahwa Tuhan sendiri sejak awal tidak menyuruh manusia untuk mematikan rasio atau kemampuan intelegensianya, sebaliknya manusia disuruh untuk membaca kekuasaan Tuhannya, mewajibkan manusia menganalisa melalui ilmu kedokteran untuk mencari tahu bagaimana proses awal dari kelahiran manusia itu sendiri sehingga diharapkan manusia itu menjadi sadar betapa kompleks dan rapinya karya Tuhan dalam penciptaan, karena itu secara sadar dan logis kitapun diharapkan untuk memuliakan-Nya.
Menarik memang, bahwa ayat pertama yang turun justru memerintahkan kepada manusia agar berpikir dan berdzikir, bukan sebaliknya berdzikir baru berpikir.
Ini artinya Tuhan ingin kita ini cerdas dan berilmu, bukan menjadi sampah masyarakat, menjadi orang bodoh ataupun yang menurut istilah Aa’ Gym (K.H. Abdullah Gymnastiar) menjadi orang yang kehadirannya tidak membawa pengaruh bagi orang lain dan ketidak hadirannya justru disyukuri oleh lingkungannya.
Dalam konteks agama, berdzikir sering di-identikkan dengan dzikrullah atau mengingat ALLAH yang secara khusus diterapkan dalam sholat atau bacaan-bacaan seperti tasbih, tahmid, tahlil, istighfar dan sebagainya.
Jika kita kembalikan makna dzikrullah ini pada analogi sebelumnya, maka dzikrullah pun harus didahului dengan tindakan pikir, yaitu menganalisa apa saja yang akan dilafaskan atau diperbuatnya dalam kerangka dzikrullah.
Dengan pengertian lain, bahwa untuk berdzikir kepada ALLAH juga memerlukan ilmu atau pengetahuan yang cukup agar dzikir yang dilakukan menjadi benar dan amalnya tidak sia-sia.
Nabi bersabda dalam 4 hadistnya :
Barangsiapa orang berbuat suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka perbuatannya itu ditolak – Hadist Riwayat Muslim
Barangsiapa yang mengada-adakan dalam ajaran Islam ini
yang tidak ada sumbernya dari Islam, maka urusan itu ditolak
Hadist Riwayat Bukhari-Muslim
Berhati-hatilah dari perbuatan yang berlebihan dalam Islam
Karena sesungguhnya kehancuran umat-umat dimasa lalu
Diakibatkan perbuatan yang berlebihan (dalam agamanya)
Hadist Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas
Tiap-tiap sesuatu yang dibuat tanpa ada petunjuknya (Bid’ah) adalah sesat ; Dan tiap-tiap kesesatan itu dineraka
Hadist Riwayat Muslim
Dengan demikian, pikir sebelum dzikir dalam urusan agama, memiliki hubungan yang sangat erat karena menentukan amalan yang dihasilkan dari dzikir tadi apakah diterima atau justru ditolak oleh ALLAH sebagaimana firman-Nya juga :
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya
Qs. 18 al-kahfi : 104
Berdzikrullah tidak hanya habis dengan sholat, membaca tasbih, tahlil dan tahmid ataupun istighfar saja, sebab jika konteks mengingat Tuhan dibatasi seperti ini,maka akan berlawanan dengan banyak ayat al-Qur’an lainnya serta bertentangan dengan pemikiran yang wajar.
Ingat kepada Tuhan (dzikrullah) secara luas bisa dilakukan dengan melakukan observasi atau penelitian terhadap alam semesta yang disebut sebagai ‘Arsy (singgasana) ALLAH yang terbentang luas dihadapan kita, karenanya Tuhan berfirman :
Sungguh, dalam penciptaan langit dan bumi
dan terjadinya malam dan siang,
terdapat tanda-tanda bagi orang yang memiliki pikiran
(yaitu) yang mengingat ALLAH sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring – Qs. 3 ali imron : 190 – 191
Jelas secara logika sehat, tidaklah mungkin kita mampu melafaskan kalimat tasbih, tahlil atau tahmid dalam setiap waktu seperti isi lahiriah dari ayat tersebut, karena jika demikian adanya maka tidak akan ada satupun pekerjaan lain yang bisa diselesaikan akibat ketiadaan waktu karena dihabiskan hanya untuk dzikrullah tersebut padahal dalam firman sebelumnya ALLAH justru mengajak kita agar menggunakan akal pikiran dalam memahami penciptaan langit dan bumi serta malam dan siang.
Saya memahami ayat ini dengan kewajiban manusia (bahkan Jin) melakukan penggalian ilmu secara simultan atau terus-menerus mulai dari pagi hingga petang, baik ketika sedang berdiri atau duduk dalam melakukan penelitian maupun dalam waktu istirahatnya (di-istilahkan dengan berbaring) guna menyibak rahasia alam semesta dengan cara menemukan teknologi modern sehingga tersibaklah kebesaran sang maha pencipta yang menjadikan semuanya tanpa sia-sia.
Hai masyarakat jin dan manusia,
jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lakukanlah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan
Qs. 55 ar-rahman : 33
Kekuatan disini merupakan terjemahan dari kata “Sulton”, dan saya cenderung setuju dengan penafsiran kata tersebut sebagai teknologi canggih sebagaimana penafsiran sejumlah ilmuwan Islam masa kini.
Jadi, kesimpulan akhir dari tulisan ini adalah hendak memberikan teguran bagi kita semua untuk mau berpikir, mencari ilmu didalam beribadah agar apa yang dilakukan memang berguna dan mendatangkan amal disisi Tuhan.
Baik belum tentu benar, sedangkan benar pastilah baik.
Sholat subuh 2 rakaat, jika kita tambah 2 rakaat lagi tentu secara logika baik sekali, namun perbuatan itu justru menjadi sia-sia, karena tidak ada tuntunannya dari Nabi.
Dzikir itu baik, namun jika dzikir yang dilakukan tidak sesuai dengan tuntunan dari ALLAH atau Nabi-Nya, maka dzikirnya akan nol.
Bisa saja kamu membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik untukmu,
dan bisa saja kamu menyukai sesuatu padahal sesuatu itu buruk untukmu, karena ALLAH itu mengetahui sementara kamu tidak tahu apa-apa – Qs. 2 al-baqarah : 216
Hai orang-orang beriman,
ikutilah seruan Allah dan ikutilah seruan Rasul apabila ia menyeru kamu
Qs. 8 al-anfal : 24
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi ?
padahal mereka mempunyai hati yang dengan hati itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. – Qs. 22 al-Hajj : 46
Jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak ada ilmu didalamnya
sungguh pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya – Qs. 17 al-israa’ : 36